"Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.Hut, M.Si, FLS saat mempresentasikan materi potensi keanekaragaman hayati di Provinsi Papua Barat secara virtual" dok.brida_mediapapuabarat
BridaNews_Manokwari,- Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Papua Barat, Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.Hut., M.Si sebagai narasumber pada Workshop pemutakhiran potensi keanekaragaman hayati di Ekosistem Batang Toru Provinsi Sumatera Utara dan Pengkajian Rekomendasi Bersama dalam Upaya Pelestarian yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Utara yang digelar secara online dan offline Hotel Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention – Medan pada Kamis, 18 Agustus 2022.
"Gaveau et. al. Biological Conservation (2021)" (dok.brida_mediapapuabarat)
Secara umum keberadaan kawasan hutan Batang Toru sebagai wilayah prioritas dan kawasan strategis provinsi yang diperuntukan sebagai konservasi kawasan hutan. Menindaklanjuti hal tersebut dilakukan pertemuan antara pemangku kebijakan dan kepentingan dalam menjaga kelestarian kawasan Hutan Batang Toru. Salah satunya adalah mendengarkan sharing ilmiah dari Provinsi Papua Barat sebagai provinsi pembangunan berkelanjutan melalui pertukaran gagasan, ide, dan hasil studi maupun riset terbaru untuk melihat perkembangan terkini bagaimana peran dan partisipasi dari masyarakat, pemerintah dan swasta terhadap keutuhan dan kelestarian ekosistem.
"Source of Natural History Data (GBIF 2013)" (dok.brida_mediapapuabarat)
Profesor Heatubun memaparkan informasi menarik dari Papua Barat secara online terkait penetapan kebijakan dari pengembangan hasil studi dan riset keanekaragaman hayati pada bentang alam di Provinsi Papua Barat berdasarkan berbagai pengetahuan dan pengalaman. “Pada kesempatan berharga ini kami di Provinsi Papua Barat membagi pengalaman, kiat-kiat yang telah, sedang dan akan kami lakukan terkait pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua Barat. Bagaimana memberi kontribusi data penelitian, inovasi dari lapangan, serta kolaborasi berbagai pihak, antara pemerintah, masyarakat adat, mitra pembangunan, sehingga dapat memberi dampak yang signifikan terhadap pembangunan di Papua Barat.” Jelas Kepala BRIDA.
"Ditemukan sejumlah spesies baru tumbuhan di TanahPapua" (dok.brida_mediapapuabarat)
“Kami di Provinsi Papua Barat adalah Provinsi kedua di Tanah Papua setelah Provinsi Papua dan (ada tiga Provinsi yang baru saja dimekarkan saat ini, yaitu Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan dan Provinsi Papua Selatan). Berada di bagian Kepala Burung Tanah Papua sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi dan kaya, serta keberagaman suku, budaya dan bahasa. Untuk mengejar ketertinggalan dalam hal pembangunan dan aspek lainnya, perlu strategi dan kebijakan khusus untuk menyesuaikan dengan daerah lainnya guna penyesuaian dan akselerasi dengan daerah dan pusat, namun perlu dengan konsep yang baik dan bijaksana.” Tambah Profesor Heatubun.
Selain itu, penetapan Perdasus Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengakuan, perlindungan, Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat di Papua Barat, sebagai bagian dari upaya perlindungan masyarakat adat dan hak kepemilikannya serta Perdasus Nomor 10 Tahun 2019 sebagai landasan hukum pembangunan berkelanjutan. Sejak pertengahan tahun 2015, Provinsi Papua Barat didorong menjadi Provinsi Konservasi yang kemudian diubah namanya menjadi Provinsi Pembangunan Berkelanjutan. Dukungan Pemerintah Pusat, Mitra Pembangunan lokal, nasional dan internasional berkolaborasi dalam mendorong pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan pelestarian sumber daya alam, pemeliharaan lingkungan dan memberikan manfaat bagi rakyat kecil termasuk masyarakat adat Orang Asli Papua pemilik hak ulayat.
“Contribution of biodiversity, forest and climate research to the implementation of sustainable development in West Papua Province, Indonesia” (dok.brida_mediapapuabarat)
Selanjutnya dalam paparannya, Kepala BRIDA menyampaikan bahwa masih ada pelanggaran terhadap peraturan, serta izin yang dikeluarkan tanpa melalui proses yang benar, termasuk diskusi terbuka bersama Pemerintah Daerah dan pelibatan masyarakat adat selaku pemilik hak ulayat, sehingga ini tidak menguntungkan bagi masyarakat adat dan menimbulkan kerugian negara. Data dari tahun 2019 menunjukan adanya saling tumpang tindih antara konsesi perkebunan, pertambangan, logging (termasuk aktivitas pembalakan liar), dengan aktivitas dalam kawasan lindung dan kawasan konservasi. Selanjutnya dikatakan “Kita di Papua Barat boleh melihat apa kata hasil riset, seperti pada tahun 2020 lewat publikasi ilmiah internasional ternyata di Papua dan Papua Barat (termasuk negara tetangga Papua New Guinea) memiliki keanekaragaman tumbuhan berpembuluh tertinggi di dunia dan menobatkan Pulau Papua (New Guinea island) sebagai pulau terkaya tumbuhan berpembuluh di dunia dengan tingkat endemisme mencapai 68% yang artinya sebagai modal alam (natural capital) dan ini harus segera kita selamatkan.” Ungkapnya.
"Floristic patterns in New Guinea, Spesies Diversity and Endemism" (dok.brida_mediapapuabarat)
“Ada beberapa kebijakan pembangunan yang sebagai pemicu dan membantu trend peningkatan dari kerusakan luas tutupan hutan ini yang menjadi fokus kita. Bagaimana kita melihat adanya pembalakan (termasuk pembalakan liar) yang sudah dilakukan beberapa tahun, juga pembukaan perkebunan sawit serta dampaknya terhadap kesejahteraan Orang Asli Papua (OAP), maka kita bisa menentukan dan mengambil langkah kebijakan pembangunan yang terbaik. Terkait dengan potensi keanekeragaman hayati (spesies), di Papua Barat berdasarkan riset yang dilakukan ternyata masih banyak jumlah spesies baru yang bisa kita temukan. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak potensi yang belum kita ketahui dan ungkapkan, jika kita tidak mengambil langkah untuk mendata dan tidaklanjuti, maka kita akan mengalami kerugian yang besar.” Jelas Kepala BRIDA.
"(Camara-Leret et. al. Nature (2020)" (dok.brida_mediapapuabarat)
“Berdasarkan data dasar kepadatan hasil koleksi keanekaragaman hayati di daerah Papua dan Papua Barat, ternyata masih banyak daerah yang belum dikunjungi dan mengoleksi specimen keanekaragaman hayatinya (masih warna hitam di peta). Hal ini jika tidak kita lakukan segera maka akan kehilangan kesempatan megoleksi data yang sebenarnya ada namun tidak terdata melalui riset dan akhirnya punah. Sebagai contoh kita telah menemukan dan memberikan nama terhadap salah satu spesies pinang yaitu Pinang Jokowi (Areca jokowi) dan juga ada tujuh spesies baru Palem. Ini artinya masih banyak misteri yang belum terungkap di hutan Tanah Papua dan jika pembangunan dilakukan tanpa memperhatikan kondisi yang ada maka semuanya akan hilang. Jika kepunahan spesies terjadi maka kita akan rugi, karena entitas organisme tersebut akan hilang bersama nama lokal (sebutan pengenal lokal) yang menjadi pintu masuk untuk semua pengetahuan dan kebudayaan yang berkaitan dengan spesies tersebut, jadi kalau spesies punah, nama lokal hilang maka kita juga kehilangan bagian tertentu dari pengetahuan umat manusia” Tambahnya.
"Camara-Leret et. al. Science Advances (2019)" (dok.brida_mediapapuabarat)
Telah banyak kemajuan dan pencapaian dalam inisiatif pembangunan berkelanjutan di Papua Barat, mulai sejak 2015 pemerintah daerah dan seluruh masyarakat Papua Barat mendeklarasikan diri sebagai Provinsi Konservasi dan kemudian diikuti dengan penyelenggaraan ICBE 2018 yang menghasilkan Deklarasi Manokwari yang berisi 14 butir kesepakatan dan kemudian menjadi arahan kebijakan bagi pembangunan berkelanjutan di Papua Barat. Tindak lanjut komitmen perlindungan dan pelestarian minimal 70% tutupan hutan dan 50% kawasan pantai, terumbu karang dan pulau-pulau kecil terlihat sangat jelas dalam regulasi daerah Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 10 Tahun 2019 tentang pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua Barat dan Perdasus Nomor 9 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penetapan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat tahun 2022–2041. Inisiatif lainnya adalah pembentukan Kawasan Strategis Provinsi berfungsi lindung Keanekaragaman Hayati dan Budaya Mahkota Permata Tanah Papua yang telah diluncurkan pada 2019 yang lalu dan ke depan akan menjadi Cagar Biosfer. Juga kami di Papua Barat yang pertama di dunia mereview ijin penggunaan lahan kelapa sawit, di tahun 2021 yang rekomendasinya adalah pencabutan izin 16 perusahaan kelapa sawit oleh 7 Bupati di Papua Barat seluas 340.000 hektar.
"Presentasi Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Papua Barat, Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.Hut., M.Si sebagai narasumber pada Workshop pemutakhiran potensi keanekaragaman hayati di Ekosistem Batang Toru Provinsi Sumatera Utara dan Pengkajian Rekomendasi Bersama dalam Upaya Pelestarian yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Utara yang digelar secara online dan offline" (dok.brida_mediapapuabarat)
Program pertumbuhan ekonomi hijau, Pemerintah Papua Barat bersama sejumlah kabupaten/kota kini sedang mengembangkan komoditas lokal unggulan daerah non-deforestasi yaitu rumput laut, kakao, pala, kopi, kelapa dalam, sagu dan ekowisata. Kami berharap bahwa pengembangan komoditas lokal unggulan daerah ini akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat adat sekaligus mengalihkan upaya pengambilalihan lahan/tanah adat mereka oleh korporasi yang tidak bertanggung jawab.
Dalam menutup penyampaiannya, Profesor Heatubun mengakui bahwa Pemerintah Provinsi Papua Barat tidak akan bisa sampai pada tahap ini, jika tidak berkolaborasi dengan semua pihak. “Pemerintah daerah harus memimpin sebagai dirigen untuk memimpin orkestrasi, artinya pemerintah yang menginisiasi dan memainkan semua peran yang ada. Peran pemerintah dalam membuat kebijakan, memimpin, mengarahkan, memulai dengan berkolaborasi bersama mitra pembangunan lokal, nasional dan internasional serta masyarakat adat dan pihak lainnya adalah hal yang penting dalam kemajuan suatu daerah dan juga melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.” (lb/bridamediapapuabarat)