“GCF-TF MENDUKUNG PENCAPAIAN IFNET 2030”

"Sinergitas dalam Mencapai Target Penurunan Deforestasi dan FOLU Net Sink Tahun 2030" dok.brida_mediapapuabarat

BRIDANews, Jakarta. Pemerintah Indonesia merupakan salah satu negara hutan tropis di dunia yang telah berhasil mengurangi laju deforestasinya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021 menyebutkan bahwa secara nasional, laju deforestasi di Indonesia periode 2019 – 2020 turun sebanyak 75%. Pencapaian tersebut tentunya merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam target penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

 

"Perwakilan salah satu peserta" (dok.brida_mediapapuabarat)

Seiring dengan pencapaian tersebut pemerintah Indonesia kembali memperkuat komitmennya di tingkat global dengan menerbitkan berbagai komitmen dan kajian baru terkait dengan sektor kehutanan. Pada Bulan Februari 2022, pemerintah Indonesia melalui Kementerina LHK menerbitkan kebijakan baru melalui SK168/MENLHK/PKTL/ PLA.1/2/2022 yang berisi komitmen Indonesia untuk mencapai Net Sink untuk Sektor Kehutanan dan Lahan pada Tahun 2030 (Indonesia’s Forestry and Other Land Use [FOLU] Net Sink 2030/ IFNET 2030), kemudian pada bulan September 2022, Pemerintah Indonesia juga menyampaikan Enhanced NDC kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang berisi penguatan komitmen NDC pada tahun 2030 dengan peningkatan target penurunan emisi yang sebelumnya 29% menjadi 31,89% unconditionally dan dari 41% menjadi 43,20% conditionally

 

Pemerintah Indonesia juga telah memberlakukan Peraturan Presiden No 98/2021 tentang

tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional dan kemudian menetapkan Peraturan Menteri LHK 21/2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon guna mendukung pencapaian komitmen pemerintah di tingkat global.  Dalam rangka mendukung komitmen penurunan deforestasi dan degradasi di Indonesia, pemerintah provinsi juga diminta untuk menyusun rencana aksi untuk mendukung pencapaian IFNET 2030.

 

Penyusunan rencana aksi IFNET 2030 ini juga turut dilakukan oleh pemerintah Provinsi Aceh,

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat, dan Papua yang juga merupakan anggota The Governors’ Climate and Forest Task Force (GCF-TF). Sebagai daerah yang memiliki luasan hutan tropis yang berada di wilayah jurisdiksi subnasional, ketujuh provinsi tersebut memiliki komitmen untuk mendukung program pemerintah dalam menekan laju deforestasi dan degradasi hutan.  GCF-TF sendiri merupakan kolaborasi global para Gubernur dari 39 provinsi atau negara bagian di 10 negara yang peduli terhadap iklim dan hutan tropis dunia.

Komitmen dari kolaborasi ini dituangkan dalam Manaus Action Plan (MAP) yang dirumuskan di Manaus, Brazil pada Bulan Maret 2022 untuk menekan laju deforestasi setidaknya 80% dari level saat ini pada tahun 2030, meningkatkan restorasi hutan dan upaya-upaya adaptasi, serta meningkatkan ketahanan hutan tropis, jika tersedia dukungan dan pendanaan yang memadai dalam jangka panjang.

 

"Suasana Diskusi" (dok.brida_mediapapuabarat)

Setiap tahunnya, anggota GCF-TF mengadakan pertemuan tingkat nasional yang bertujuan sebagai sarana diskusi kegiatan GCF-TF, transfer pengetahuan dan pembelajaran dengan anggota GCF-TF di Indonesia, provinsi undangan, dan pemerintah pusat.  Terkait dengan komitmen tersebut, maka Sekretariat GCF TF Indonesia melaksanakan Regional Meeting di Hotel Aryadutha, Jakarta, 16 – 19 Januari 2023 yang diikuti oleh perwakilan 7 (tujuh) Provinsi anggota GCF-TF dengan narasumber/ pembicara berasal dari Tim Pakar IPB dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Regional Meeting kali ini menitikberatkan pada “Sinergitas dalam Mencapai Target Penurunan Deforestasi dan FOLU Net Sink Tahun 2030

Syahrina D. Anggraini, selaku GCF Task Force Country Coordinator, Indonesia dalam sambutannya ketika membuka Regional Meeting tersebut menyampaikan bahwa Regional Meeting ini diagendakan untuk membahas pengembangan rencana operasional FOLU Net Sink pada level sub nasional/ provinsi, menyampaikan peluang pendanaan yang ada pada BPDLH untuk kegiatan FOLU Net Sink, serta berbagi informasi terkait dengan tindak lanjut FOLU Net Sink di antara anggota GCF TF Indonesia. Pertemuan akan diawali dengan penyampaian materi dari narasumber-diskusi dan kemudian dilanjutkan penyampaian dari masing-masing provinsi - diskusi. Syahrina juga menyampaikan bahwa diharapkan masing-masing provinsi anggota GCF-TF dapat menyampaikan gambaran implementasi IFNET 2030 untuk mendapat tangapan dan masukan dari tim ahli serta sebagai sharing informasi kepada sesama anggota GCF-TF”.

Prof. Dr. Rizaldi Boer selaku Tim Ahli Rencana Operasional IFNET 2030 dalam pemaparan materinya terkait Penyusunan dan Implementasi Folu Net Sink 20230 untuk Mendukung Enhanced NDC menyampaikan beberapa point penting diantaranya adalah bahwa untuk mencapai sektor FOLU menuju Sink 2030 dilakukan melalui beberapa kebijakan umum yaitu: Prakondisi kawasan hutan, Mempertahankan hutan alam yang masih tersisa, Mendorong terjadinya regenerasi hutan terdegradasi, Efisiensi penggunaan lahan dan optimasi lahan tidak produktif, Akselerasi kegiatan penyerapan karbon, Pengembangan kebijakan fiskal untuk sektor FOLU, Kegiatan penegakan hukum (Law enforcement),  dan Kegiatan penguatan basis data sektor FOLU. Selanjutnya Prof Rizaldi juga menyampaikan bahwa sesuai Peta Arahan Pelaksanaan Aksi Mitigasi IFNET 2030 terdapat 12 (dua belas) arahan aksi mitigasi (RO) mulai yaitu RO1- Pencegahan Deforestasi Mineral, RO2- Pencegahan Deforestasi Gambut, RO3- Pencegahan Deforestasi Konsesi, RO4-Pembangunan Hutan Tanaman, RO5- Penerapan Pengayaan Hutan Alam, RO6-Penerapan RIL-C, RO7-Peningkatan Cadangan Karbon dengan Rotasi, RO8- Peningkatan Cadangan Karbon Tanpa Rotasi, RO9-Pengelolaan Tata Air Gambut, RO10- Pelaksanaan Restorasi Gambut, RO11-Perlindungan Areal Konservasi Tinggi, dan RO12-Pengelolaan Mangrove. Prof Rizaldi pada akhir pemaparannya juga menyampaikan penekanan kepada Pelaksana Aksi Mitigasi Ifnet  di masing-masig provinsi untuk : Menyusun strategi implementasi mitigasi dengan menggunakan data spasial yang lebih detail dan/atau melengkapi data pendukung lainnya dalam membuat strategi implementasi, dan melakukan koordinasi aktif antar bidang Tim FOLU dan/atau pihak terkait agar dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan holistik.

"Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Papua Barat, Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.hut, M.Si, FLS (tengah)" (dok.brida_mediapapuabarat)

Pada sesi berikutnya adalah materi dari BLU BPDLH. BPDLH  sendiri merupakan Badan Layanan Umum yang  secara resmi dibentuk oleh Pemerintah Indonesia untuk mendukung visi Indonesia dalam mencapai target NDC dan SDGs, dengan menyatukan berbagai sumber pendanaan untuk digunakan melalui berbagai instrumen di sejumlah sektor yang berbeda (termasuk kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, industri, transportasi, pertanian, kelautan dan perikanan). Pada pemaparan materinya, Mulkan, ST dari BPDLH menyampaikan Peluang Pendanaan untuk mendukung Pelaksanaan Indonesia FOLU Net Sink Tahun 2030 di tingkat Yurisdiksi. Mulkan menyampakan bahwa BPDLH sendiri dibentuk untuk mendukung komitmen pemerintah dalam pencapaian beberapa luaran (outcome) yaitu : Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup, Perbaikan Ketahanan Masyarakat, dan Ketahanan Bencana dan Iklim. Hasil tersebut dapat dicapai melalui beberapa program tematik yaitu Pengelolaan hutan, lahan & Ekosistem  berkelanjutan, Energi terbarukan, transportasi & pengembangan kota rendah emisi, Pengendalian Polusi dan Pengelolaan Limbah, Industri Hijau & Sirkular Ekonomi, Kesehatan, Ketahanan Pangan dan Air, serta Adaptasi dan Pengelolaan Risiko Bencana (Alam).

Lebih jauh Mulkan menyampaikan bahwa saat ini BPDLH mengelola dana dari berbagai donatur dan skema pendaaan yaitu REDD+ dari Green Climate Fund (GCF) senilai 103,78 juta USD, Results-Based Contribution FOLU Net Sink 2030 dari Norwegia sebesar 56 juta USD, FCPF ER Program Provinsi Kalimantan Timur dari World Bank sebesar 20,9 juta USD, Rehabilitasi Mangrove dari APBN & World Bank sebesar 419 juta USD, dana TERRA dari Ford Foundation sebesar 1 juta USD serta Dana Reboisasi  dari APBN sebesar 280 juta USD. Penyaluran dana tersebut dimulai Tahun 2022 dan 2023 berdasarkan proposal dari Calon Penerima Manfaat/Lembaga Perantara yang telah diseleksi dan disetujui sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

Setelah sesi materi dari kedua narasumber, agenda hari kedua dilanjutkan dengan penyampaian progres implementasi strategi Mitigasi IFNET dari masing-masing provinsi. Hadir dari Provinsi Papua Barat Kepala Dinas Kehutanan, Ir. F.H. Runaweri MM dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Prof. Dr. Charlie D. Heatubun yang menyampaikan materi dan tanggapan terkait implementasi IFNET 2030 di Papua Barat.  Prof. Heatubun dalam pemaparannya menyampaikan kondisi tutupan hutan Provinsi Papua Barat Tahun 2020 masih baik pada kisaran 91 % dan tutupan hutan mangrove seluas 468.901 ha dengan lahan kritis mencapai 4,32 %. Selanjutnya,  juga menyampaikan bahwa sesuai Peta Arahan Mitigasi IFNET, Provinsi Papua Barat terdapat 12 (dua belas) arahan mitigasi (RO1-RO12) namun sejauh ini belum dirumuskan dalam Rencana Aksi Mitigasi. Namun disisi lain, Prof Heatubun menyampaikan beberapa pencapaian penting dari Pemerintah Provinsi Papua Barat yang perlu diapresiasi, diantaranya; menjadi provinsi dengan komitmen pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan melalui Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) Nomor 10 Tahun 2019, penguatan pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat adat dalam skema perhutanan sosial, selektif dalam persetujuan berusaha pemanfaatan hutan, moratorium perizinan kelapa sawit, evaluasi  dan pencabutan perizinan perkebunan kelapa sawit sebagai bagian dari Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, komitmen untuk perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan melalui Peraturan Daerah Provinsi (PERDA) Nomor 5 Tahun 2022,  Penetapan kawasan strategis provinsi untuk fungsi dan daya dukung lingkungan hidup “ Mahkota Permata Tanah Papua “ + 2,3 juta hektar (Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya) dalam RTRW Tahun 2022 – 2042 serta komitmen untuk pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan komoditas unggulan non deforestasi.  Provinsi Papua Barat juga telah menyusun Dokumen Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon dan Road Map Pertumbuhan Ekonomi Hijau Tahun 2018-2048.

Anggota GCF TF  (Sumber: https://www.gcftf.org/wp-content/uploads/2022/04/BHA-Manaus-Action-Plan-for-a-New-Forest-Economy.docx.pdf)

Anggota GCF TF  (Sumber: https://www.gcftf.org/wp-content/uploads/2022/04/BHA-Manaus-Action-Plan-for-a-New-Forest-Economy.docx.pdf)

Ir. FH. Runaweri, MM selaku Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dalam penjelasan tambahannya menyampaikan bahwa salah satu kendala sehingga dokumen Rencana Aksi Mitigasi IFNET adalah adanya pemekaran Provinsi Papua Barat menjadi Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Daya namun ditargetkan pada Tahun 2023 ini dokumen tersebut dapat diselesaikan. Lebih lanjut Ir. F.H. Runaweri, MM juga menyampaikan kebijakan di Provinsi Papua Barat bahwa dalam rangka mendukung komitmen pengelolaan hutan berkalanjutan,  Pemerintah Provinsi Papua Barat akan selektif dalam pemberian dan perpanjangan izin pemanfaatan hutan (Persetujuan Berusaha Pemanfaatan Hutan). Ini tentunya menjadi komitmen penting dalam pencapaian target IFNET 2030 dan NDC untuk mencapai Net Zero Emission 2060.

Pada sesi diskusi juga membahas hal yang menarik terkait “posisi tawar” GCF-TF di tingkat nasional dalam perumusan kebijakan dan target nasional pencapaian IFNET 2030 dan NDC. Prof DR. Daddy Ruhiyat, Ketua Dewan Daerah Perubahan Iklim Provinsi Kalimantan Timur dalam penjelasannya menyampaikan bahwa seharusnya GCF-TF memiliki peran dan posisi yang strategis mengingat  7 (tujuh) provinsi di Indonesia Anggota GCF-TF menyumbang lebih dari 60 % tutupan hutan Indonesia. Kebijakan dan program yang dibuat oleh ketujuh provinsi ini akan berdampak signifikan terhadap pencapaian terget IFNET 2030 dan NDC Indonesia. GCF TF seharusnya menjadi mitra strategis bagi pemerintah pusat dan juga berbagai NGO dalam mendukung pencapaiaan IFNET 2030 dan NDC Indonesia. “Memang perlu komunikasi dan koordinasi yang lebih intensif antara GCF-TF dengan pemerintah pusat  untuk menyamakan persepsi dan juga sinkronisasi dan harmonisasi berbagai agenda bersama“ tegas Prof. Daddy.

"Penyerahan Buku Pembangunan Berkelanjutan Provinsi Papua Barat Ir. FH. Runaweri, MM selaku Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat (tengah)" (dok.brida_mediapapuabarat)

Pada hari terakhir pertemuan membahas tentang Akselerasi Implementasi Kebijakan Indegenous People & Local Community (IPLC) yang difasilitasi oleh M. Farid dan Prof. Dr. Charlie D. Heatubun selaku Ketua Steering Comitte IPLC GCF TF Indonesia. Agenda pembahasan sesi ini adalah dalam rangka mengakselerasi target  GCF Task Force Regional Steering Committte on IPLC di Indonesia untuk dukungan kepada masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam mengelola Sumber Daya Alamnya untuk meningkatkan kesejahteraannya sekaligus mendukung penyelamatan hutan.  Beberapa point-point pembahasan terkait prioritas program kerja Steering Comitte IPLC GCF Task Force adalah yang dirumuskan adalah : Gap Analisis terhadap program dan kegiatan yang telah berjalan dan dampak perubahan, membentuk sekretariat bersama, pertemuan reguler di tingkat provinsi dan nasional, exhibition nasional, pelatihan penyusunan proposal untuk akses pembiayaan BPDLH, best practices di setiap provinsi anggota, penetapan hutan adat, kontribusi pada agenda Indonesia FOLU Net Sink 2030, serta penerapan Nilai Ekonomi Karbon di wilayah adat. Pada sesi ini juga dirumuskan hal-hal penting terkait Kelembagaan IPLC GCF TF, peningkatan kapasitas Masyarakat Adat/IPLC, strategi komunikasi GCF-TF dan memilih local champion dari Tokoh Adat dalam keanggotaan IPLC.

"Foto Bersama" (dok.brida_mediapapuabarat)

Di sela-sela agenda regional meeting juga dibahas terkait persiapan keikutsertaan delegasi indonesia pada Agenda 13th GCF TF Annual Meeting yang akan dilaksanakan pada tanggal 7 – 10 Februari 2023 di Merida, Yucatan, Mexico dan pelaksanaan Annual Meeting di Jayapura, Papua pada Bulan Agustus 2023.

Pelaksanaan Regional Meeting di Jakarta 16 – 19 Januari 2023 dihadiri oleh Syahrina D. Anggraini (GCF Task Force Country Coordinator Indonesia),  Prof Dr. Rizaldi Boer (Tim Ahli Rencana Operasional IFNET 2030), Mulkan, ST (BLU BPDLH), Provinsi DI Aceh ( Kepala Bappeda dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Provinsi Kalimantan Utara (Kepala Dinas Lingkungan Hiudup dan Kepala Dinas Kehutanan), Provinsi Kalimantan Barat (Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala BPKHTL III, dan Pokja REDD+), Provinsi Kalimantan Timur (Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kepala Dinas Kehutanan dan Ketua DDPI), Provinsi Kalimantan Tengah (Kepala Dinas Perkebunan dan Dinas Lingkungan Hidup), Provinsi Papua ( Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup), dan Provisni Papua Barat (Kepala Dinas Kehutanan dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah).  Regional Meeting kemudian ditutup dengan sesi Foto bersama oleh seluruh delegasi yang hadir. Turut hadir juga Kepala Bidang Ekonomi dan Pembangunan BRIDA Provinsi Papua Barat Haerul Arifin, S.Hut, M.Si dan staf Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Richard G. N. Triantoro, S.Hut, M.Si. brida/mediapapuabarat


Banner
Video

Mei

MINSENSELRAMKAMJUMSAB
2829301234
567891011
12131415161718
19202122232425
2627282930311